Bagaimana Tindakan yang tepat ketika melihat/mengetahui kasus kekerasan seksual?
Bagaimana Tindakan yang tepat ketika melihat/mengetahui kasus kekerasan seksual?
Akhir-akhir ini media sering dikejutkan dengan kasus-kasus kekerasan seksual (KS) yang korban dan tersangkanya sudah tidak terkontrol lagi. Mulai dari anak-anak, orang dewasa, kalangan terdidik, pekerja dan lain sebagainya. Komnas Perempuan mencatat terdapat 4179 kasus pada tahun 2022-2023. Sungguh angka yang sangat fantastis untuk sebuah kekerasan. Bahkan pada tahun 2021 Loreal Paris melalui IPSOS Indonesia di dalam risetnya menemukan bahwa 82 persen perempuan Indonesia menjadi korban KS.
Apakah ini sebuah fenomena? Atau kekerasan seksual yang sudah mulai terungkap?
Kekejian dari KS menyebabkan berbagai macam dampak buruk khususnya bagi korban. Bahkan jika ditelisik para korban dan tersangka sudah tak terdifinsi dalam arti tidak memiliki kriteria dan sebab khusus seperti jenis pakaian, profesi, jenis pendidikan dan lainnya, melainkan adanya nafsu keji. Tentu, hal ini memengaruhi kualitas hidup seseorang tidak hanya pada korban bahkan dari saksi atau seseorang yang terlibat dalam kejadian tersebut.
Lantas bagaimana sikap yang tepat ketika melihat/mengetahi kasus kekerasan ini?
Perlu kita ketahui bersama bahwa negara Indonesia sudah menjamin warganya untuk mendapatkan rasa aman termasuk dari kekerasan dan KS. Hal ini sebagaimana yang tertulis di dalam 28G ayat 1 UUD 1945. Kemudian, Kasus KS tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja melainkan harus didukung oleh berbagai kalangan. Para ahali menyepakati sebuah metode ketika kita melihat kasus KS, yakni 5D (dialihkan, dilaporkan, dokumentasikan, ditegur, ditenangkan).
- Dialihkan bisa dengan berbagai cara misalnya dengan berpura-pura menjadi kawan korban, mengajak ngobrol dan sikap “asik” lainnya sehingga korban merasa memiliki kawan dan tidak merasa sendiri.
- Dilaporkan, yakni melaporkan dengan yang memiliki wewenang, seperti guru, atasan, scurity, dosen dan pihak berwajib lainnya. Hal ini bisa menjadi efek jera dan perlindungan bagi korban atas bantuan-bantuannya
- Dokumentasikan dengan cara mengambil gambar, video, rekaman dan pendokumentasian lainnya tanpa memosting kecuali atas izin korban
- Ditegur dengan mengalihkan perhatian pada korban
- Ditenangkan dengan memosisikan diri sebagai seseorang yang bisa memberi rasa aman pada korban dan memastikan bahwa tersangka adalah seseorang yang salah.
5D di atas bisa menjadi standar umum bagi kita yang melihat kasus KS dan diharapkan bisa meminimalisir bertambahnya korban kekerasan.
Selanjutnya, bagaimana jika menjadi korban dari KS, sikap apakah yang tepat dilakukan? dalam hal ini kemendigbud memberikan beberapa tips diantaranya, pertama, korban harus yakin bahwa kejadian ini murni kesalahan pelaku bukan kesalahan korban. Asumsi ini tidak hadir begitu saja, melainkan menyalahkan korban sudah dinormalisasi oleh beberapa masyarakat. Sehingga, asumsi serupa sudah harus dihentikan karena tidak relate dengan fakta lapangan. Kedua, memastikan keaman diri dan menyegarakan diri untuk mencari pertolongan. Ketiga, setelah mencari tempat yang aman, maka hal yang harus dilakukan yakni menyimpan segala bentuk bukti baik dari foto, rekaman, pakaian dan bukti terkait lainnya. Keempat berusaha untuk menceritakan kasus ini kepada seseorang/lembaga yang terpercaya unutuk memberi rasa aman dan menindaklanjuti kasus tersebut.
Dengan demikian, diharapkan kasus KS ini dapat diminalisir. Kemudian masyarakat dapat teredukasi untuk berhati-hati dan berempati atas kasus KS.
Stay safe and healthy everyone