Bagaimana Kasus Kekerasan Terjadi Pada Pria?

Seperti yang kita ketahui bahwa kasus-kasus kekerasan sekusal tidak terjadi akhir-akhir ini saja. Kasus ini sudah terjadi sejak dahulu, bahkan ketika belum ada sosmed dan teknologi yang semasif hari ini. Tidak hanya perempuan, laki-laki-pun kerap menjadi korban atas tindakan asusila tersbut. Kendati dalam banyak hal perempuan menjadi pribadi lebih rentan menjadi korban. Meski demikian, bukan berarti laki-laki dianggap tidak memiliki sensitivitas yang besar ketika menjadi korban, sebab kekerasan seksual tidak hanya merusak fisik seseorang melainkan pada psikis dan mental seseorang yang tentu tidak bisa diprediksi besar dan kecilnya. Hal ini tentu berakibat pada kualitas hidup seseorang khususnya pada masa depannya. Agaknya sebelum melakukan tindakkan itu, pelaku perlu memikirkan bagaimana seseorang itu kehilangan kualitas hidupnya hanya karena nafsu yang hanya bisa dirasakan satu orang dengan sesaat untuk hidup yang panjang.
Pada pertengaha tahun 2025 salah selebgram laki-laki mengaku menjadi korban kekerasan yang terjadi pada tahun 2004 tetapi kasus ini tidak terselesaikan sampai kasus serupa juga terjadi pada tahun 2024. Tentu selebgram tersebut menuntut sebuah keadilan yang kabarnya sulit tetapi bisa di ranah hukum. Kekerasan lain juga dilakukan oleh salah satu selebriti tanah air yang melakukan kekerasan seksual pada seorang laki-laki. mengutip dari ijrs.or.id pada tahun 2021 seorang pria berinisial FA mengaku menjadi korban kekerasan seksual dengan modus pekerjaan, akan tetapi di saat yang sama FA dicekoki minum minuman keras sampai tak sadarkan diri dan dipaksa melayani pelaku kekerasan seksual. Kasus lainnya juga terjadi di Jawa Timur, yakni ketika seorang pendeta melakukan pecabulan selama bertahun-tahun pada 11 anak di bawah umur hingga dijatuhi hukuman 11 tahun penjara dan denda sebesar 100 juta rupiah.
Data-data ini memperlihatkan bahwa kasus kekerasan seksual terjadi bukan pda satu jenis kelamin melainkan bisa laki-laki maupun perempuan. Sayangnya, kekerasan pada pria sering dianggap sebagai kasus yang tidak serius, padahal KPAI menyebutkan bahwa pada tahun 2018 kasus kekerasan seksual 60% terjadi pada anak laki-laki dan 40% pada anak perempuan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kaum pria cenderung menutupi kasus ini karena terjebak pada toxic maskulinitas yang melatarbelakangi adanya asumsi bahwa laki-laki pasti bisa melawan dan cenderung sebagai seseorang yang memiliki keinginan melakukan kekerasan seksual daripada perempuan. Malangnya, mitos ini kerap terjadi dalam masyarakat umum, sehingga kasus kekerasan pada pria jarang terungkap.
Kekerasan seksual pada pria terjadi dengan kasus yang beragam, misalnya dipaksa melakukan hubungan seksual pada pelaku, menyentuh oragan tubuh yang tidak semestinya serta kekerasan syber seperti pornografi dan lain sebagainya.
Hal ini membuktikan bahwa kasus kekerasan pada pria juga menjadi isu yang penting untuk ditangani. Laki-laki yang mengalami kasus kekerasan seksual cenderung mengalami trauma seperti luka psikologis. Penelitian lain juga menyebutka bahwa salah satu yang melatar belakangi tidak terungkapnya kekerasan seksual pada laki-laki yakni adanya stigma, relasi gender serta budaya patriarki yang menyebutkan bahwa laki-laki adalah makhluk yang kuat, superior serta makhluk kelas pertama. Beban inilah yang akhirnya menjadikan laki-laki kerap tidak menerima ruang pengaduan dan ruang aman untuk menyelesaiakan kasus tersebut. Padahal, baik laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi menjadi korban ataupun pelaku dari kekerasan seksual tersebut, sehingga stigma hanyalah mitos sementara pada faktanya baik laki-laki ataupun perempuan mengalami luka dan mengharapkan keadilan serta pulih dari kasus kekerasan yang sudah menimpa.

Red: Iqromah